Selasa, 18 Mei 2010

PEMBALASAN

PEMBALASAN, adalah cerpen karya tulis saya, Yatti Sadeli terbit di Harian Pikiran Rakyat tgl.28 Agustus 2004.

PEMBALASAN

Pukul dua lewat tengah malam, suara auman dahsyat terdengar di sebuah istana yang megah. Di dalam istana tak ada yang tidur. Raja, permaisuri, Putri Hairani, serta para pengawal dan hulubalang sedang menunggu kedatangan jenazah putra mahkota yang ditemukan tewas di rumah seorang pejabat.
Tak terasa malam telah berlalu dan matahari pagi muncul. Tiba-tiba mereka dikejutkan suara gaduh di depan gerbang istana.
"Putra mahkota tiba .....!" Puteri Hairani dan ibunya menjerit histeris manakala dilihatnya putera mahkota sudah menjadi benda mati, menjadi barang ofsetan, pajangan bangsa manusia. Kata mereka yang menemukannya, putera mahkota dijadikan barang pajangan di rumah seorang pejabat kaya. Sekarang, mereka mengusungnya dan meletakkannya di depan raja. Mahaprabu sangat murka ketika melihat cucu kesayangannya berdiri kaku tanpa nyawa. Ia sesumbar akan membalas pelakum kejahatan itu beberapa kali lipat dari yang dilakukan terhadap putera mahkota. Setelah sadar Puteri Hairani berkeras ingin menangkap sendiri para pelaku kejahatan, dan raja mengijinkannya. Dia tahu kelihaian puteri menangkap para penjahat.
***
Di villanya yang indah, malam hari. Ken tidak bisa memejamkan mata. Ia telah menghabiskan beberapa batang rokok. Telah beberapa kali pula ia memeriksa senjata pemburu berlaras panjang yang moncongnya berkilat-kilat.
Suara lolongan aneh terdengar di kejauhan silih berganti antara lolongan serigala dan auman macan. Ken mempertajam telinga. Ia yakin yang lebih dominan gaungnya adalah auman macan. Akhirnya ia mndapat kesimpulan, ada tamu tak diunang mendatangi tempatnya. Tapi kenapa? hutan belantara sangat jauh dari sini. Ken bangkit dari tempat tidur, menjangkau senjata dan berjalan ke arah jendela. Ia membuka jendela itu pelan-pelan. Ia tertegun ...... Di muka jendela berdiri seekor harimau besar. Sedetik kemudian, harimau itu berbalik dan lari ke tempat gelap. Ken buru-buru keluar mengejar harimau itu. Insting pemburunya timbul. Ia menarik nafas lega ketika melihat sesosok bayangan muncul di kejauhan. Suara auman sayup-sayup lirih dan menggetarkan. Ken berputar mengarahkan laras senjatanya ke arah macan besar itu. Dan, dhaaaaar ...... Ken melepaskan tembakan. Rembulan mendadak lari ke balik awan.
"Hmm .... kena juga, tapi kemana larinya macan itu?." Ken lari mencari hasil buruannya. Ia sama sekali tidak tahu di sekitar daerah itu ada jurang sangat dalam. Ia terpeleset dan jatuh ke jurang yang gelap gulita.
***
Karena tak juga bisa tidur, Pak Burhan termenung. Kali ini pikirannya sangat kacau. Ia kehilangan barang yang sangat disayanginya., harimau ofsetan yang baru beberapa bulan dibelinya dari Ken. Harganya sangat mahal karena barang ofsetan itu punya beberapa keistimewaan. Selain tinggi besar dan bulu serta ekornya sangat indah. Kata penjualnya harimau itu adalah raja hutan yang susah didapat.
Angin malam bertiup perlahan-lahan, rimbunan bambu di dekatnya bersiut-siut mengerikan. Awan pekat bergumul di langit dan rembulan perlahan-lahan sembunyi dibalik awan. Ada uara auman dan suara burung hantu, tetapi suara itu cuma hawar-hawar menerpa gendang telinganya. Sekarang suara itu berubah, seperti memanggil dirinya.
"Pak Burhaaan ...." Pelan dan menggetarkan.
"Miranti .... kau sudah datang?" Tanya pak Burhan. Terdengar bisikan yang jauh. "Bukan ..... aku Hairani, aku tersesat, tolonglah!" Suara itu datang dari balik benteng rumah. Suatu dorongan aneh terjadi pada diri pak Burhan. Ia melangkah ke arah tembok benteng, ia melangkah ke arah tembok benteng.
"Aku dikejar orang jahat, tolonglah ....!" Pak Burhan segera mengambil tangga dan naik ke atas benteng. Ia terpesona sesaat manakala dilihatnya sosok tubuh perempuan. rembulan mendadak muncul dari persembunyiannya sehingga pak Burhan bisa melihat rupa wanita itu dengan jelas. Oh .... ada wanita jangkung berdiri di bawah Cahaya bulan seolah-olah memandikan tubuh semampai itu dengan sinar perak berkilauan. Alam ikut terpesona menikmati daya tarik seorang perempuan berkulit putih berambut hitam. Parasnya mengagumkan, seolah-olah wanita itu bukan berasal dari bumi ini. Bagaimana menggambarkan seorang wanita misterius yang cantik, yang matanya cemerlang, yang bibirnya menyunggingkan senyum sangat menawan?. Pak Burhan menatapnya, dan ketika beradu pandang seolah-olah tatapan matanya itu menariknya. Kemudian wanita itu melangkah gemulai, wajahnya berada dalam bayangan. Rambutnya yang hitam pekat berkilauan dielus cahaya bulan, berombak, bergelombang dan bergerai-gerai dipermainkan angin.
"Tolong saya Paaak ....."
"Baik, naiklah ke sini!". Kata Pak Burha sambil menurunkan tangga. Pak Burhan menjulurkan tanggannya ke bawah maksudnya hendak menolong si wanita menaiki tangga. Ketika wanita itu menangkap tanggannya, ternyata tarikannya itu keras sekali sehingga Pak Burhan hilang keseimbangan. Ia jatuh menimpa wanita itu, kepalanya membentur tangga hingga tak sadarkan diri.
***
Ruang pengadilan telah penuh sesak, tetapi hakim agung, dan jaksa penuntut belum kelihatan. Raja dan Ratu serta puteri Hairani pun akan hadir, karena pengadilan kali ini sagat luar biasa. Para terdakwa yang hendak diadili adalah manusia-manusia terkutuk yang telah tega mengofset putera mahkota kerajaan dan menjadikannya sebagai barang pajangan. Hari ini adalah hari yang ke empat puluh sejak putera mahkota ditemukan di rumah pak Burhan. Tepat jam 12.00 siang, para petinggi yang terdiri dari patih, jaksa dan hakim agung memasuki ruangan. Ruang pengadilan itu berwarna serba merah, merah darah ..... Tak lama dua pesakitan disuruh masuk dan didudukkan di depan hakim agung. Setelah itu raja dan keluarganya masuk.
"Pengadilan macam apa ini?", bisik pak Burhan di telinga Ken yang duduk di sebelahnya.
"Entah, aku malah merasa seperti sedang bermimpi."
"Apa mereka ini semua manusia seperti kita?" Tanya pak Burhan lagi.
"Aku tidak tahu." Jawab Ken, ia gemetar ketakutan.
"Para terdakwa ...." Hakim agung membuka suaranya, didahului dengan auman yang keras. Kedua terdakwa terkejut luar biasa. Bukankah itu auman harimau?. Apakah mereka itu harimau jadian? Mimpikah aku?. Kedua orang itu membathin. Bagaimana pun kata-kata hakim itu mengguncangkan hati mereka.
"Bapak hakim ....." Pak Burhan memberanikan diri bicara maksudnya hendak bertanya mengapa dia dan temannya diadili.
"Terdakwa ... jangan membuka suara! kami akan mengirim kalian ke jalur mahluk-mahluk terhukum, karena kalian telah membunuh putera mahkota kerajaan kami."
"Tidaaaak ....." jerit pak Burhan dan Ken berbarengan. "Kami tidak pernah membunuh orang."
"Kau tidak akan menyangkal setelah kuperlihatkan korban dan semua saksi kejahatan kalian. Pengawal!, bawa bukti kejahatan mereka!."
Dari pintu sebelah kanan muncul empat orang menggotong seekor harimau yang sudah kaku.
"Harimau ofsetanku!" Bisik pak Burhan. "Dan itu di belakangnya .... ya ampun! wanita yang dulu minta tolong!, kenapa dia berada di sini?"
"Para terdakwa ... lihat baik-baik siapa yang telah kau bunuh dan kalian jadikan barang pajangan. Dia tak lain adalah putera mahkota kerajaan kami. Di belakangnya adalah ibunda putera mahkota. Puteri Hairani. Paduka .... sudilah paduka memperlihatkan rupa paduka yang sebenarnya."
Mata kedua terdakwa tidak berkedip ketika perlahan-lahan tubuh jelita itu berubah ujud menjadi seekor macan yang garang dan buas. Hanya dalam beberapa desahan nafas yang ia perlukan untuk berdiri tegk di atas keempat kakinya. Pelan-pelan dari mulutnya yag bertaring keluar suara auman yang dahsyat dan menggetarkan. Kedua pesakitan menutup mata sejenak.
"Tuan Puteri, hukuman apa gerangan yang pantas dijatuhkan pada kedua terdakwa ini?."
Harimau itu berbicara layaknya seorang manusia biasa.
"Aku ingin membalas kekejaman dua manusia ini dua kali lipat. Aku telah kehilangan nyawa puteraku. Sebagai balasan dariku, mereka pun harus kehilangan putera terkasih mereka. Untuk itu telah kulaksanakan dengan baik. Sebentar lagi akan kuperlihatkan pada mereka. Hukuman ke dua, orang-orang ini harus diofset sebagaimana mereka mengofset bangsa kita."
"Tidaaaak ..... " jerit pak Burhan dan Ken. "Ini hanya mimpi!, lepaskan aku dari mimpi terkutuk ini!"
Dari pintu sebelah kiri muncul pengawal menggotong dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Keduanya sudah kaku, matanya melotot dan wajahnya agak mengkerut. Keduanya ditaruh begitu saja di hadapan mimbar. Seketika wajah Ken dan pak Burhan menjadi pucat. Mereka menutup muka sambil berteriak histeris.
"Dia puteriku .... ya Tuhan, diapakan dia!?" Jeritnya berulang-ulang. Sementara itu Ken tak kuasa menahan berat badannya. Ia ambruk ketika dilihatnya putera kesayangannya sudah menjadi barang ofsetan.
Ken dan Pak Burhan seperti sudah tak mendengar apa-apa lagi. Mereka memejamkan mata karena tak ingin melihat tubuh anak-anaknya yang dipajang di depan. Inilah hukuman ..... intih mereka.
Malam harinya tepat jam dua belas tengah malam, keduanya dibawa ke altar. Disinari cahaya bulan yang temaran para algojo menelentangkan kedua pesakitan. Untuk kesekian kalinya mereka gemetar ketakutan. Ken menggigit lidahnya beberapa kali, ia masih berharap semua kejadian yang sedang berlangsung hanyalah mimpi buruk.
"Lepaskan kami ......" teriaknya berulang-ulang.. Ia percaya kalau semua itu bukan mimpi ketika ia menyaksikan beberapa orang yang berkerudung merah mulai mengerjai tubuh pak Burhan. Nanti .... giliranku, giliran dikeluarkan isi dada dan perutku.
Ribuan penghuni rimba ikut menyaksikan pelaksanaan hukuman, sorak sorai dan auman kepuasan membahana di seantero hutan. Sebaliknya yang keluar dari mulut Ken hanya tangisan pilu menyayat yang bisa didengar.
Setelah beres dengan tubuh pak Burhan. Kini mereka membalikkan tubuh Ken. Ken meronta ketika mereka membuka bajunya. Mereka menyergapnya dan menancapkan kuku-kuku tajamnya di dada Ken dan menekannya. Ia merasakan sakit yang luar biasa tapi tak segera pingsan. Benar apa yang dikatakan hakim, kesakitan yang dirasakan semua binatang yang ia bunuh akan menyatu. Ia menjerit ketika kuku-kuku itu merobek dadanya. Ketika isi dadanya dikeluarkan rembulan pun meredup, seiring dengan redupnya cahaya kehidupan di wajah Ken ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar