Selasa, 15 Juni 2010

Subang Kota kenangan

Aku pernah tinggal di Subang, tepatnya di Sukamandi Dari tahun 1975 s/d tahun 1995. Banyak kenangan dari kota kecil yang kutinggali. Karena di sana aku pernah menulis banyak cerita fiksi misteri. Tempat-tempat dan gedung-gedung tua peninggalan jaman pemerintah jajahan itulah yang mengilhami dan memberi inspirasi padaku untuk membuat tulisan.
Aku sering mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Subang. Diantaranya, Perum Sang Hyang Seri Sukamandi, Perkebunan Jalupang, Kalijati, Pasir Bungur, Sarireja, Wangunreja, Tambak Sari, Kaso Malang maupun Ciater. Apabila kita memasuki komplek perumahan atau pun memasuki gedung-gedung tua yang terletak di atas bukit-bukit perkebunan teh, serasa kita memasuki alam kehidupan masa lalu ketika tempat-tempat itu masih merupakan satu kesatuan daerah yang disebut P&T Lands.
Kalau kita berkendaraan dari Bandung menuju Subang, tepat di daerah Tambakan. Sebelah kiri jalan di atas bukit kecil ada sebuah rumah tua yang sangat besar. Rumah peninggalan jaman kolonial Belanda itu walau pun usianya sudah ratusan tahun tapi masih menampakkan keasriannya. Aku pernah ke sana waktu kegiatan ORARI. Disitulah aku mendapat inspirasi membuat suatu cerita fiksi misteri yang diberi judul Kemilau Cincin Permata Biru terbit di majalah Pertiwi sebagai cerita bersambung.
Beberapa bulan yang lalu, aku menyelesaikan satu novel seting cerita masih seputar perkebunan teh Subang. Alhamdulillah cerita tersebut berhasil masuk daftar cerita bersambung yang hendak dimuat di salah satu majalah terbitan ibukota.

Selasa, 01 Juni 2010

gelang garpu

Gelang garpu. Kenapa judul ceritanya Gelang Garpu?, karena garpu adalah pasangannya sendok. Dipakai orang untuk alat makan. Tapi ada orang yang merubah kegunaan garpu itu dari alat makan menjadi hiasan, atau hiasan pergelangan tangan seorang jagoan. Serem banget. Aku pernah bertemu dengan orang seperti itu
Orangnya jangkung, pakaian serba hitam dengan jacket lusuh. Rambut gondrong, pakai kalung dan anting. Lengan kiri pakai gelang rante, lengan kanan pakai gelang garpu itu. garpu itu dililitkan dan bagian yang runcinya ditarik keluar. Kalau dia mengepalkan tangan dan meninju kepala orang sudah tentu nancep itu garpu. Tapi siapa sangka orang yang bertemu dengan saya itu, jauh dari dugaan semula. Orang pasti menyangka dia seorang jagoan, preman dan sebangsanya. Tapi .....ternyata orang itu baik banget.
Cerita ini saya kirim ke majalah Kartini, dan alhamdulillah sekarang telah dimuat di Kartini no 2275 terbitan 22 Juli 2010 di rubrik Setetes Embun. Dengan judul "Jangan Menilai Orang Dari Penampilannya"