Kamis, 23 September 2010

novel, novelet dan cerpen

Novel, novelet dan cerpen karya tulis YATTI SADELI

Novel terbaru

Menjemput Takdir, cerber majalah Kartini edisi September - November 2014

- Panggilan Pada Dini Hari, cerber majalah Kartini th. 2013
-Suara Dari Masa Silam, dimuat di majalah Kartini sebagai cerber edisi Desember 2010 - Februari 2011
Terbit menjadi buku oleh Indie Publishing th 2012.

Novel

Tragedi Sebuah Mata Air
Cerita bersambung Harian Pikiran Rakyat th 1989


- Kemilau Cincin Permata Biru - cerbung Majalah Pertiwi th 1989 terbit menjadi buku oleh Indie Publishing tahun 2012

- Bisikan Amalia - cerita bersambung majalah Kartini th 1995 terbit menjadi buku oleh Indie Publishing th 2012

- Di Belantara Gunung Sawal - cerbung Harian Gala Media th 1997 terbit menjadi buku oleh Indie Publising th 2013

- Menggapai Kasih

- Terhempas Badai

Dari Sarireja ke Amesterdam



Novelet


-Setebar Awan Tipis - Majalah Kartini 1983
Larasati - Majalah Kartini no 274
Menembus Waktu - Majalah Kartini no 284
Akhir Sebuah Penderitaan - Pemenang III sayembara mengarang fiksi majalah Pertiwi
1986. Majalah Pertiwi no 44
Kembali Ke Versailles - Majalah Sarinah no 289
Melintas Jalan Setapak - Majalah Sarina 179 th. 1988
Merentang Sayap Di Awal Senja - Majalah Kartini 289
Tidak Selamanya Yang Asyik Menyenangkan - Majalah Pertiwi 1987
Dia Yang Mau Menyerah - Majalah Pertiwi no 82
Di Perkebunan Lebakwangi - Majalah Sarinah no. 230
Penunggu Jalan Sembilan - Majalah Sarinah no 269
Misteri Gadis Kembar - Majalah Sarinah no. 300
Akhirnya Bersatu Juga - Majalah Pertiwi no 14
Sebatas Langkah - Majalah Pertiwi no 63
Di Pekuburan Cikadut - Majalah Pertiwi 21
Dari Masa Silam - Majalah Kartini 484
SAVITRI - MAjalah Kartini no 426
Bayang-bayang Masa Silam - Majalah Kartini 392
Siti Munigar - Majalah Kartini 447
OFSET - MAjalah Kartini no 517
Akhir Sebuah Penantian - Majalah Kartini no 401
Secawan Anggur - Majalah Kartini no. 373
Kunanti Di Tepi Ciwadori - Majalah Kartini no. 357
Benang Kasih Yang Terputus - MAjalah Kartini no. 317
Rumah Besar Di Atas Bukit - Majalah Kartini no. 363
Siti Arifah - Majalah Kartini no. 491
Penghuni Batu Tampir - Majalah Kartini no. 630
Semalam di Fontainbleau - Majalah Kartini no. 412

Cerpen Senja Di Pekuburan Cikadut - Majalah Kartini n0 106, September 2011. Perempuan Bermata Teduh - Majalah Kartini edisi 2018 April 2013. Ngasag - Majalah Pertiwi no 52 th l987
Pengadilan - Majalah Kartini no 473
Pengadilan - Galamedia Januari 2004
KTP - Harian Pikiran Rakyat November 2003
Penunggu Jalan semmbilan majalah kartini no. 457
Pembalasan - Pikiran Rakyat Agustus 2004
Malintasi Batas - Majalah Pertiwi no. 79


N I N G
Penghuni Sungai Cisadane
Aku Primadona
Pemburu Kutilang
Cermin
Harimau Jadian

Selasa, 15 Juni 2010

Subang Kota kenangan

Aku pernah tinggal di Subang, tepatnya di Sukamandi Dari tahun 1975 s/d tahun 1995. Banyak kenangan dari kota kecil yang kutinggali. Karena di sana aku pernah menulis banyak cerita fiksi misteri. Tempat-tempat dan gedung-gedung tua peninggalan jaman pemerintah jajahan itulah yang mengilhami dan memberi inspirasi padaku untuk membuat tulisan.
Aku sering mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Subang. Diantaranya, Perum Sang Hyang Seri Sukamandi, Perkebunan Jalupang, Kalijati, Pasir Bungur, Sarireja, Wangunreja, Tambak Sari, Kaso Malang maupun Ciater. Apabila kita memasuki komplek perumahan atau pun memasuki gedung-gedung tua yang terletak di atas bukit-bukit perkebunan teh, serasa kita memasuki alam kehidupan masa lalu ketika tempat-tempat itu masih merupakan satu kesatuan daerah yang disebut P&T Lands.
Kalau kita berkendaraan dari Bandung menuju Subang, tepat di daerah Tambakan. Sebelah kiri jalan di atas bukit kecil ada sebuah rumah tua yang sangat besar. Rumah peninggalan jaman kolonial Belanda itu walau pun usianya sudah ratusan tahun tapi masih menampakkan keasriannya. Aku pernah ke sana waktu kegiatan ORARI. Disitulah aku mendapat inspirasi membuat suatu cerita fiksi misteri yang diberi judul Kemilau Cincin Permata Biru terbit di majalah Pertiwi sebagai cerita bersambung.
Beberapa bulan yang lalu, aku menyelesaikan satu novel seting cerita masih seputar perkebunan teh Subang. Alhamdulillah cerita tersebut berhasil masuk daftar cerita bersambung yang hendak dimuat di salah satu majalah terbitan ibukota.

Selasa, 01 Juni 2010

gelang garpu

Gelang garpu. Kenapa judul ceritanya Gelang Garpu?, karena garpu adalah pasangannya sendok. Dipakai orang untuk alat makan. Tapi ada orang yang merubah kegunaan garpu itu dari alat makan menjadi hiasan, atau hiasan pergelangan tangan seorang jagoan. Serem banget. Aku pernah bertemu dengan orang seperti itu
Orangnya jangkung, pakaian serba hitam dengan jacket lusuh. Rambut gondrong, pakai kalung dan anting. Lengan kiri pakai gelang rante, lengan kanan pakai gelang garpu itu. garpu itu dililitkan dan bagian yang runcinya ditarik keluar. Kalau dia mengepalkan tangan dan meninju kepala orang sudah tentu nancep itu garpu. Tapi siapa sangka orang yang bertemu dengan saya itu, jauh dari dugaan semula. Orang pasti menyangka dia seorang jagoan, preman dan sebangsanya. Tapi .....ternyata orang itu baik banget.
Cerita ini saya kirim ke majalah Kartini, dan alhamdulillah sekarang telah dimuat di Kartini no 2275 terbitan 22 Juli 2010 di rubrik Setetes Embun. Dengan judul "Jangan Menilai Orang Dari Penampilannya"

Jumat, 28 Mei 2010

PENUNGGU JALAN SEMBILAN

cerpen Yatti Sadeli
Majalah Kartini no.457

PENUNGGU JALAN SEMBILAN


Jalur Pantura. Jalur maut bagi para sopir kendaraan yang tak mau berhati-hati.
Kecelakaan lalu lintas yang mengerikan hampir tiap saat terjadi di jalan raya Cikampek - Cirebon. Ada beberapa ruas jalan yang terkenal tempat nyawa terenggut karena tabrakan atau karena kendaraan yang terlempar ke pesawahan akibat sopir mengantuk. Diantara ruas jalan yang sering disebut sebagai ruas jalur tengkorak adalah jalan sembilan. Konon ada 2 cerita yang beredar dari mulut ke mulut bahwa jalan sembilan itu ada penunggunya. l. Mbah Jamrong!. Si Mbah itu tidak serakah, ia tidak ingin apa-apa dari kendaraan yang lewat, ia hanya ingin dihargai keberadaannya. Yaitu dengan membunyikan klakson sebagai tanda penghormatan. Supaya Si Mbah mendoakan selamat sampai di tujuan bagi kendaraan siapa saja yang lewat di jalan sembilan.
2.Manusia biasa. Kalau berkendaraan lewat ruas jalan sembilan, adakalanya kita melihat orang yang sedang duduk di bawah pohon di pinggir jalan. Kadang berkelompok kadang juga hanya satu atau dua orang. Apa yang sedang mereka lakukan?. Bukan sedang menunggu kendaraan umum karena hendak bepergian. Tapi mereka itu sedang menunggu mobil yang mengalami musibah tabrakan atau terlempar ke pesawahan. Bukan untuk menolong!, tapi untuk menjarah. Beruntung mereka kalau ada truk bermuatan yang terguling dan muatannya tumpah. Mereka akan bersorak kegirangan, panen jarahan!. Sepertinya barang-barang yang tertumpah itu adalah hak mereka. mereka bergerak cepat sebelum polisi datang.


PENUNGGU JALAN SEMBILAN

Cerita selengkapnya.


Malam itu hujan turun rintik-rintik, udara dingin, suasana sepi mencekam. Sesekali terdengar suara burung malam berteriak di udara. Di pinggir jalan raya kira-kira 100 meter dari persimpangan jalan sembilan, seorang laki-laki sedang duduk termenung di bawah pohon asem. Sudah sejak sore hari ia tenggelam dalam suasana hening. Apa yang ditunggu sebenarnya .... apakah dia sedang meminta-minta? Tidak, karena tak seorang manusia pun lewat malam itu. Sedang mencegat mobil karena hendak bepergian?. tidak juga! Karena mobil-mobil yang lewat di depannya melesat dalam kecepatan tinggi.
Laki-laki berumur tiga puluh tahun itu bernama Barun, rumahnya di kampung Hilir seberang pesawahan. Tadinya ia tidak sendirian. Ia berdua Kasmid tetangga sebelah rumahnya, tapi menjelang magrib Kasmid pulang. Katanya kesal, karena rezeki yang ditunggunya tidak kunjung datang. Barun pun hendak pulang menyusul Kasmid, tetapi ketika turun hujan ia mengurungkan niatnya. "Hujan begini yang kutunggu sejak sore, kenapa mesti pulang? Biasanya rejeki datang di waktu hujan. Bodoh benar si Kasmid ..." Gerutunya. "Tapi bairlah, dia nanti akan menyesal melihat aku pulang bawa rezeki banyak."
Kalau orang mendengar bisikannya pasti akan bertanya, bisa kedatangan rezeki bagaimana kalau cuma duduk di tempat sepi dan jauh kemana-mana dan hanya memperhatikan kendaraan yang berlalu cepat di depan hidung?
Orang tidak banyak yang tahu kalau di dekat persimpangan jalan 9 itu sering terjadi kecelakaan mobil. Truk-truk yang mengangkut barang atau bahan makanan dari Jawa bagian timur menuju Jakarta atau sebaliknya, sering mengalami kecelakaan, tabrakan dengan kendaraan lain atau terguling ke sawah. Di sana adanya rezeki nomplok seperti Barun, ia dan kawan-kawannya akan menjarah barang apa saja yang ada dalam kendaraan naas tadi sementara sopir dan yang empunya barang dibiarkan tak ditolong. Mereka akan bekerja cepat sebelum polisi datang. Tak ada yang memperhatikan karena daerah itu jauh dari perkampungan, sejauh-jauh mata memandang hanya pesawahan yang terlihat, satu-satunya gedung perkantoran yang terletak kira-kira 200 mter dari jalan raya selalu sepi bila jam kerja telah lewat.
Malam itu, malam jumat kliwon, Barun sudah diperingatkan isterinya untuk tidak pergi, karena katanya malam Jumat kliwon penunggu jalan sembilan suka muncul. Tapi Barun tak menggubris omongan isterinya, ia tak percaya pada hal-hal begituan. "Orang penakut suka susah cari rejeki", katanya.
"Malam semakin larut, hujan yang turun rintik-rintik cukup melicinkan jalan dan membuat kedaraan yang berlari kencang selip. Tapi tak satu pun kendaraan yang lewat di depan Barun yang mengalami kecelakaan. Barun mulai kesal, rokok jinggo yang dibawanya dari rumah sudah lama habis, sedang udara di sekitarnya terasa semakin dingin. Ia menggigil, batuknya mulai kumat, sebentar-sebentar ia merapatkan baju jaketnya karena angin malam menerpanya.
Keadaan di sekitar jalan sembilan terasa semakin sunyi, yang terdengar sekali-kali cuma deru kendaraan yang lewat perlahan-lahan menapaki jalan yang sangat licin.. Barun sudah hendak beranjak dari tempat duduknya untuk pulang, ketika didengarnya suara orang menyapanya dari belakang.
"Mau ke mana?" Barun celingukan mencari orang yang menyapanya, dikiranya satpam dari pos jaga kantor BPTP. Ketika orang itu muncul dari kegelapan Barun ketakutan, ia mundur beberapa langkah.
"Mbah Jamrong ....!", serunya dalam hati. Benar kata Tiyem, malam Jumat kliwon dia suka muncul. Barun belum pernah melihatnya walau pun kata orang-orang dia penunggu jalan sembilan. Bentuk wajah dan perawakannya hanya diketahui dari gambaran orang-orang yang pernah bertemu dengannya. Sekatrang Barun takut sekali melihat kakek tua bungkuk itu mendekatinya.
"Jangan dulu pulang!". Katanya. Barun hendak lari, tapi mendengar suara Mbah Jamrong yang mengandung persahabatan ia mengurungkan niatnya. Ia terpaku menatapnya.
"Sebentar lagi ada kedaraan sedan terguling di sini, tolonglah penumpangnya, nanti kau akan mendapat upah."
"Mbah tahu dari mana?" Barun memberanikan diri bertanya. Ketakutannya jadi sirna mendengar keterangan Mbah Jamrong.
"Lihat saja ...!" katanya sambil menunjuk ke arah barat. "Di sana ada kendaraan kecil menuju ke sini, pengemudinya senang ngebut." Barun melihat lampu mobil dari arah barat.
"Mobil itu Mbah?" tanyanya.
"Bukan, mobil yang kumaksudkan masih jauh."
"Tapi ini juga mobil sedan Mbah."
"Huss, diam!, mobil itu kepunyaan BPTP, mobil itu akan selamat. Lihat jalannya pelan sekali, pegemudianya sudah tahu jalan ini berbahaya." Sedan putih berplat merah itu lewat di depan Barun. Barun memperhatikan mobil-mobil yang datang dari arah barat. Beberapa diantaranya truk-truk gandengan. Ketika sebuah truk gandengan bermuatan puluhan speda motor Barun bergumam.
"Coba sekali-kali mobil seperti ini yang terbalik ...."
"Kalau mobil itu terbalik, kau mau apa?"
"Tidak apa ...." Barun malu berterus terang, dalam hati ia berkata. Kalau mobil bermuatan speda motor itu terbalik aku bisa pulang naik speda motor.
"Mana sedan itu Mbah ....?" Barun mengalihkan pembicaraan.
"Sabar ... mobil itu masih jauh, sekarang masih di daerah Cikampek, baru keluar dari jalan tol. Penumpangnya seorang koruptor, dia bawa perempuan nakal, mobilnya bagus!, hasil korupsi!"
"Apa penumpangnya akan mati?" tanya Barun. Hebat benar Mbah ini, pikirnya. Seperti akhli nujum saja.
"Semua penumpangnya pasti mati ...." setelah berkata demikian kakek itu pergi.

Samri yang mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan 120 kilometer perjam merasa heran, biasanya bosnya yang duduk di belakang suka memberi eringatan. Tapi kali ini tak terdengar suara apa-apa. Bisikan dari perempuan cantik yang menemani bosnya juga tidak, apalagi yang lain-lain. Ah, jangan-jangan, hmmmm .... biarlah! asal tidak melampaui batas susila saja. Lagi pula Samri tahu siapa bosnya. Ia memang sangat menggebu pada perempuan yang dibawanya sekarang, tapi di perjalanan pasti bisa menahan diri.
Jam berapa sekarang?, ia bertanya-tanya dalam hati. Ah, tepat jam 12.00 kata hatinya pula sambil melihat ke arah jam mobil. Beberapa truk gandengan dan bus malam disalibnya juga honda accord yang tadi mendahuluinya. Memasuki daerah pesawahan Perum Sang Hyang Seri dan BPTP Sukamandi ia menambah kecepatan mobilnya, spedometer menunjuk angka 120 lagi, biar cepat sampai, pikirnya. Jalanan masih basah dan licin tapi ia tak peduli. Pikirnya BMW tak pernah selip meski di jalan yang licin. Memasuki jalan dua dan tiga ia berpaling ke belakang di mana sebenarnya bosnya yang genit itu sedang mengendus-endus leher perempuan di sebelahnya. Ia malu sendiri, cepat-cepat mengalihkan perhatiannya ke depan.
"Sungguh keterlaluan!" bisiknya pula dalam hati. Bininya di rumah pasti sedang menunggunya. Soalnya sewaktu tadi siang Samri ke sana, isteri bosnya itu seperti tidak tahu kalau suaminya hendak bepergian ke luar kota. Ia mengatakan hendak ke undangan dengan bapak jam delapan malam, dan Samri disuruh datang sebelum jam delapan.
"Aaaah ..... kasihan sekali ibu!, pasti beliau sudah dandan. Tapi mudah-mudahan saja bapak sempat meneleponnya sebelum berangkat."
Pikiran Samri jadi tidak tenang, ia teringat lagi kelakuan bosnya akhir-akhir ini, kepergiannya sekarang sangat mendadak, jangan-jangan perempuan ini hendak dikawininya. Soalnya ia tahu persis, perempuan ini berasal dari Indramayu. Sekarang ke kota itu bosnya hendak menuju. Tadi siang mereka belanja banyak sekali di Glodok. Aaaah .... bapak pasti kena guna-guna! sikapnya terhadap perempuan ini seperti tidak sewajarnya, aku harus cepat cari dukun kalau begini, untuk menangkal guna-gunanya. "Kasihan ibu ia wanita yang saleh.
Memasuki jalan 7 ia tersadar dari lamunannya. Ia tergida lagi melihat bosnya di belakang.
"Sialan ..." gerutunya. "Perempua itu cekikikan! entah diapakan sekarang."
Samri penasaran. Heran keinginan tahunya tak bisa ditahan. Kali ini terperangah .... Hah! kancing baju perempuan itu sudah terbuka semua!, laju mobil jadi tidak terkontrol. Ia lupa bahwa kira-kira 50 meter sesudah persimpangan jalan sembilan, jalan lurus itu sedikit berbelok, tak ayal lagi mobilnya melenceng keluar dari jalan. Mula-mula menabrak pohon mahoni keras seklai, kemudian terjungkal ke selokan.
Barun bersorak kegirangan. Ini mobil sedan yang dimaksud Mbah tadi., katanya dalam hati. Ia tak segera menghampirinya., takut kalau-kalau ada mobil berhenti memberi pertolongan atau satpam dari pos jaga kantor mendengar bunyi tabrakan dan datang memberi pertolongan, biasanya begitu kalau mereka tak ketiduran. Ketika ditunggu beberapa menit tak ada yang datang. Barun segera menjalankan operasinya. Ia tak menghiraukan si sopir yang sedang mengerang-ngerang kesakitan karena dadanya tergencet stang stir, ia tak menghiraukan pula si perempuan cantik yang kepalanya tersembul di antara remukan kaca mobil dan ia tak menghiraukan pula laki-laki setengah tua yang matanya sudah terbeliak dan mulutnya mengeluarkan darah segar. Yang diburu Barun hanya tas hitam yang tergeletak di lantai mobil dan tas tangan wanita yang terlempar ke luar.
"Apa engkau tidak akan menolong mereka?" Hati kecilnya bertanya.
"Kata Mbah dia seorang koruptor, biarsajalah! nanti juga polisi datang." Sebelum mlangkah pergi Barun sempat menarik jam tangan mas dari pergelangan tangan si alki-laki setengah tua dan gelang mas dari perempuannya.
"Dia sudah mati," bisik Barun. Ia tertegun sejenak memperhatikan wajah2 korbannya. Ngeri benar, mata yang terbeliak itu kini seperti memandangnya penuh ancaman. Ah .... hanya perasaanku saja, bisiknya pula sambil melangkah pergi.
Lumayan banyak harta jarahan Barun, dari tas echolak hitam ia menemukan uang kontan 5 juta rupaih dan dari tas tangan wanita ia menemukan perhiasan dan uang kontan 2 juta rupaiah.
Barun merasa uang sebanyak itu didapatnya dengan mudah, oleh sebab itu ia menghabiskannyam dengan mudah pula. Mula-mula ia membelikan anak dan isterinya baju-baju bagus dan perabot rumah tangga. Ia bisa hidup mewah beberapa bulan lamanya. Ia mendatangi tempat-tempat pelacuran dan perjudian. Ketika uang dan perhiasan jarahannya habis, ia kembali ke pekerjaan semula yaitu nongkrong di di pinggir jalan menunggu kalau-kalau ada mobil yang celaka. Tempatnya berpindah-pindah dari jalan satu sampai jalan dua belas. Tapi paling sering dekat perempatan jalan sembilan karena ia tahu di sana adalah tempat paling rawan kecelakaan lalu-lintas.
Satu malam lagi di musim hujan.
Hujan turun deras sekali, hari mulai gelap. Malam jumat kliwon Barun kembali menunggu kalau-kalau ada lagi kecelakaan mobil. Kali ini memakai jas hujan dan topi. Di pinggir sawah yang luas itu hanya dia seorang diri. Sengaja Kasmid tak diajaknya karena takut barang jarahannya mesti dibagi dua.
Satu dua kendaraan yang lewat di depannya seprti tak menghiraukan keberadaannya, karena para pengemudi menutup kaca mobil rapat-rapat. Berulangkali Barun menghidup udara basah dalam-dalam. Udara basah itu telah meningkatkan semerbak bau lumpur dengan aroma yang menyebar dari permukaan tanah. Tampaknya seolah pesawahan yang membentang luas di seberang jalan raya itu diliputi perasaan tegang seperti Barun.\
Setelah hujan agak reda terdengar suara burung hantu mengukuk, kemudian sunyi. Ia maju beberapa langkah ke muka dan berdiri di tengah jalan yang licin memandang ke arah barat. Angin keras menerjang dan meniup topinya hingga lepas, cahaya putih kuning kilat tampak berkelebat di kaki langit. Suara petir mulai terdengar bergemuruh, kemudian angin kencang menyusul, dan pucuk-pucuk pohon akasia di halaman kantor BPTP mulai bergoyang-goyang dan memukul-mukul. Cahaya kuning lampu neon berkejap-kejap seolah memberi peringatan pada mobil-mobil yang melaju dengan kencang bahwa perempatan jalan sembilan itu berbahaya. Dan ternyata memang demikian. Barun melihat sinar lampu mobil di sebelah barat, ia segera lari ke pinggir dan beberapa detik kemudian Barun melihat mobil itu lewat di depannya, tapi laju mobil itu seperti tak terkendalikan. Barun kaget luar biasa karena tak disangkanya mobil itu keluar dari jalur, menabrak pohon mahoni kira-kira 20 meter jauhnya dari tempat Barun berdiri.
"Duaaar ......." Bunyinya keras sekali. Seperti biasa Barun bersorak kegirangan. Aku dapat ikan kakap lagi!, bisiknya. Keadaan di sekitar situ gelap gulita, tapi anehnya Barun bisa melihat jelas kendaraan yang terbalik di hadapannya. Ia tertegun sejenak. Seperti sedan yang dulu, bisiknya perlahan. PAsti orang kaya lagi yang ada di dalam. Barun melongokkan kepalanya melalui kaca depan yang hancur. Aneh .... pikirnya, keadaan di dalam sama persis dengan yang dulu, wajah para penumpangnya pun sama dan dalam posisi yang sama pula! Sopir sedang merintih karena dadanya tergencet stang stir. Laki-laki setengah tua yang matanya terbeliak dan mulutnya mengeluarkan darah segar juga sama, dan perempuan itu .... ah, pikiran Barun jadi kacau.
Barun hendak meraih tas echolak hitam yang tergeletak di lantai mobil bagian belakang, tapi gerakan tangannya terhenti seperti ada kekuatan gaib yang menahannya. Ketika matanya sekali lagi melirik ke arah laki-laki itu jantungnya berdegup kencang. Ia masih ingat wajahnya .... kenapa serupa betul? Barun mundur selangkah. Ia takut setengah mati ketika mata yang tadi terbeliak itu kini memandangnya. Barun menyeka matanya, tapi yang ia lihat bukan cuma sekedar halusinasi. Ada lagi tambahannya, sekarang tercium bau bangkai dan bau darah memualkan. Ia benar-benar tak percaya ketika kini dilihatnya perempuan yang kepalanya tersembul di atas pecahan kaca itu pelan-pelan bergoyang, juga sopir yang dadanya tergencet stang setir itu bangkit.
Mata Barun melotot karena ngeri, lidahnya kelu, badannya lumpuh selama memperhatikan ketiga orang yang muka berlepotan darah itu mendekatinya. Barun ingin pingsan seketika, akan tetapi ia sadar, di alam sadar ia melihat ketiga orang itu mendekat dan makin mendekat. Bau bangkai dan amis darah makin menusuk hidung. Ia harus bertindak cepat!.
"Apa yang kalian inginkan?" akhirnya ia bisa juga membuka suara.
"Mana tas tanganku?" si perempuan itu yang pertama bertanya.
"Mana tas dan arloji tanganku?" Si laki-laki tua itu ppun menyambungnya.
"Kau bukannya menolong kami, kau malah merampok, perbuatanmu sungguh keji!" Kata si sopir.
Barun sadar kini, ketiga mahluk yang berada di hadapannya itu adalah ruh-ruh penasaran dari orang-orang yang dirampoknya dulu. Kengerian makin menjadi-jadi. Ia mundur beberapa langkah. Dan karena takutnya, tak terasa ia mundur ke arah jalan raya yang hendak dilalui bus malam yang lari dengan kecepatan penuh. Ia tak mendengar suara busa yang menderu keras di sebelahnya, perhatiannya benar-benar tertuju pada tiga mahluk yang hendak memburunya. Ia tak sadar bahwa beberapa detik lagi, bus malam itu akan menghantam tubunya tanpa ampun.
Pemanadangan terakhir yang ia lihat di bumi ini ialah wajah-wajah mengerikan yang menyeringai penuh dengan kepuasan ......***

Selasa, 18 Mei 2010

PEMBALASAN

PEMBALASAN, adalah cerpen karya tulis saya, Yatti Sadeli terbit di Harian Pikiran Rakyat tgl.28 Agustus 2004.

PEMBALASAN

Pukul dua lewat tengah malam, suara auman dahsyat terdengar di sebuah istana yang megah. Di dalam istana tak ada yang tidur. Raja, permaisuri, Putri Hairani, serta para pengawal dan hulubalang sedang menunggu kedatangan jenazah putra mahkota yang ditemukan tewas di rumah seorang pejabat.
Tak terasa malam telah berlalu dan matahari pagi muncul. Tiba-tiba mereka dikejutkan suara gaduh di depan gerbang istana.
"Putra mahkota tiba .....!" Puteri Hairani dan ibunya menjerit histeris manakala dilihatnya putera mahkota sudah menjadi benda mati, menjadi barang ofsetan, pajangan bangsa manusia. Kata mereka yang menemukannya, putera mahkota dijadikan barang pajangan di rumah seorang pejabat kaya. Sekarang, mereka mengusungnya dan meletakkannya di depan raja. Mahaprabu sangat murka ketika melihat cucu kesayangannya berdiri kaku tanpa nyawa. Ia sesumbar akan membalas pelakum kejahatan itu beberapa kali lipat dari yang dilakukan terhadap putera mahkota. Setelah sadar Puteri Hairani berkeras ingin menangkap sendiri para pelaku kejahatan, dan raja mengijinkannya. Dia tahu kelihaian puteri menangkap para penjahat.
***
Di villanya yang indah, malam hari. Ken tidak bisa memejamkan mata. Ia telah menghabiskan beberapa batang rokok. Telah beberapa kali pula ia memeriksa senjata pemburu berlaras panjang yang moncongnya berkilat-kilat.
Suara lolongan aneh terdengar di kejauhan silih berganti antara lolongan serigala dan auman macan. Ken mempertajam telinga. Ia yakin yang lebih dominan gaungnya adalah auman macan. Akhirnya ia mndapat kesimpulan, ada tamu tak diunang mendatangi tempatnya. Tapi kenapa? hutan belantara sangat jauh dari sini. Ken bangkit dari tempat tidur, menjangkau senjata dan berjalan ke arah jendela. Ia membuka jendela itu pelan-pelan. Ia tertegun ...... Di muka jendela berdiri seekor harimau besar. Sedetik kemudian, harimau itu berbalik dan lari ke tempat gelap. Ken buru-buru keluar mengejar harimau itu. Insting pemburunya timbul. Ia menarik nafas lega ketika melihat sesosok bayangan muncul di kejauhan. Suara auman sayup-sayup lirih dan menggetarkan. Ken berputar mengarahkan laras senjatanya ke arah macan besar itu. Dan, dhaaaaar ...... Ken melepaskan tembakan. Rembulan mendadak lari ke balik awan.
"Hmm .... kena juga, tapi kemana larinya macan itu?." Ken lari mencari hasil buruannya. Ia sama sekali tidak tahu di sekitar daerah itu ada jurang sangat dalam. Ia terpeleset dan jatuh ke jurang yang gelap gulita.
***
Karena tak juga bisa tidur, Pak Burhan termenung. Kali ini pikirannya sangat kacau. Ia kehilangan barang yang sangat disayanginya., harimau ofsetan yang baru beberapa bulan dibelinya dari Ken. Harganya sangat mahal karena barang ofsetan itu punya beberapa keistimewaan. Selain tinggi besar dan bulu serta ekornya sangat indah. Kata penjualnya harimau itu adalah raja hutan yang susah didapat.
Angin malam bertiup perlahan-lahan, rimbunan bambu di dekatnya bersiut-siut mengerikan. Awan pekat bergumul di langit dan rembulan perlahan-lahan sembunyi dibalik awan. Ada uara auman dan suara burung hantu, tetapi suara itu cuma hawar-hawar menerpa gendang telinganya. Sekarang suara itu berubah, seperti memanggil dirinya.
"Pak Burhaaan ...." Pelan dan menggetarkan.
"Miranti .... kau sudah datang?" Tanya pak Burhan. Terdengar bisikan yang jauh. "Bukan ..... aku Hairani, aku tersesat, tolonglah!" Suara itu datang dari balik benteng rumah. Suatu dorongan aneh terjadi pada diri pak Burhan. Ia melangkah ke arah tembok benteng, ia melangkah ke arah tembok benteng.
"Aku dikejar orang jahat, tolonglah ....!" Pak Burhan segera mengambil tangga dan naik ke atas benteng. Ia terpesona sesaat manakala dilihatnya sosok tubuh perempuan. rembulan mendadak muncul dari persembunyiannya sehingga pak Burhan bisa melihat rupa wanita itu dengan jelas. Oh .... ada wanita jangkung berdiri di bawah Cahaya bulan seolah-olah memandikan tubuh semampai itu dengan sinar perak berkilauan. Alam ikut terpesona menikmati daya tarik seorang perempuan berkulit putih berambut hitam. Parasnya mengagumkan, seolah-olah wanita itu bukan berasal dari bumi ini. Bagaimana menggambarkan seorang wanita misterius yang cantik, yang matanya cemerlang, yang bibirnya menyunggingkan senyum sangat menawan?. Pak Burhan menatapnya, dan ketika beradu pandang seolah-olah tatapan matanya itu menariknya. Kemudian wanita itu melangkah gemulai, wajahnya berada dalam bayangan. Rambutnya yang hitam pekat berkilauan dielus cahaya bulan, berombak, bergelombang dan bergerai-gerai dipermainkan angin.
"Tolong saya Paaak ....."
"Baik, naiklah ke sini!". Kata Pak Burha sambil menurunkan tangga. Pak Burhan menjulurkan tanggannya ke bawah maksudnya hendak menolong si wanita menaiki tangga. Ketika wanita itu menangkap tanggannya, ternyata tarikannya itu keras sekali sehingga Pak Burhan hilang keseimbangan. Ia jatuh menimpa wanita itu, kepalanya membentur tangga hingga tak sadarkan diri.
***
Ruang pengadilan telah penuh sesak, tetapi hakim agung, dan jaksa penuntut belum kelihatan. Raja dan Ratu serta puteri Hairani pun akan hadir, karena pengadilan kali ini sagat luar biasa. Para terdakwa yang hendak diadili adalah manusia-manusia terkutuk yang telah tega mengofset putera mahkota kerajaan dan menjadikannya sebagai barang pajangan. Hari ini adalah hari yang ke empat puluh sejak putera mahkota ditemukan di rumah pak Burhan. Tepat jam 12.00 siang, para petinggi yang terdiri dari patih, jaksa dan hakim agung memasuki ruangan. Ruang pengadilan itu berwarna serba merah, merah darah ..... Tak lama dua pesakitan disuruh masuk dan didudukkan di depan hakim agung. Setelah itu raja dan keluarganya masuk.
"Pengadilan macam apa ini?", bisik pak Burhan di telinga Ken yang duduk di sebelahnya.
"Entah, aku malah merasa seperti sedang bermimpi."
"Apa mereka ini semua manusia seperti kita?" Tanya pak Burhan lagi.
"Aku tidak tahu." Jawab Ken, ia gemetar ketakutan.
"Para terdakwa ...." Hakim agung membuka suaranya, didahului dengan auman yang keras. Kedua terdakwa terkejut luar biasa. Bukankah itu auman harimau?. Apakah mereka itu harimau jadian? Mimpikah aku?. Kedua orang itu membathin. Bagaimana pun kata-kata hakim itu mengguncangkan hati mereka.
"Bapak hakim ....." Pak Burhan memberanikan diri bicara maksudnya hendak bertanya mengapa dia dan temannya diadili.
"Terdakwa ... jangan membuka suara! kami akan mengirim kalian ke jalur mahluk-mahluk terhukum, karena kalian telah membunuh putera mahkota kerajaan kami."
"Tidaaaak ....." jerit pak Burhan dan Ken berbarengan. "Kami tidak pernah membunuh orang."
"Kau tidak akan menyangkal setelah kuperlihatkan korban dan semua saksi kejahatan kalian. Pengawal!, bawa bukti kejahatan mereka!."
Dari pintu sebelah kanan muncul empat orang menggotong seekor harimau yang sudah kaku.
"Harimau ofsetanku!" Bisik pak Burhan. "Dan itu di belakangnya .... ya ampun! wanita yang dulu minta tolong!, kenapa dia berada di sini?"
"Para terdakwa ... lihat baik-baik siapa yang telah kau bunuh dan kalian jadikan barang pajangan. Dia tak lain adalah putera mahkota kerajaan kami. Di belakangnya adalah ibunda putera mahkota. Puteri Hairani. Paduka .... sudilah paduka memperlihatkan rupa paduka yang sebenarnya."
Mata kedua terdakwa tidak berkedip ketika perlahan-lahan tubuh jelita itu berubah ujud menjadi seekor macan yang garang dan buas. Hanya dalam beberapa desahan nafas yang ia perlukan untuk berdiri tegk di atas keempat kakinya. Pelan-pelan dari mulutnya yag bertaring keluar suara auman yang dahsyat dan menggetarkan. Kedua pesakitan menutup mata sejenak.
"Tuan Puteri, hukuman apa gerangan yang pantas dijatuhkan pada kedua terdakwa ini?."
Harimau itu berbicara layaknya seorang manusia biasa.
"Aku ingin membalas kekejaman dua manusia ini dua kali lipat. Aku telah kehilangan nyawa puteraku. Sebagai balasan dariku, mereka pun harus kehilangan putera terkasih mereka. Untuk itu telah kulaksanakan dengan baik. Sebentar lagi akan kuperlihatkan pada mereka. Hukuman ke dua, orang-orang ini harus diofset sebagaimana mereka mengofset bangsa kita."
"Tidaaaak ..... " jerit pak Burhan dan Ken. "Ini hanya mimpi!, lepaskan aku dari mimpi terkutuk ini!"
Dari pintu sebelah kiri muncul pengawal menggotong dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Keduanya sudah kaku, matanya melotot dan wajahnya agak mengkerut. Keduanya ditaruh begitu saja di hadapan mimbar. Seketika wajah Ken dan pak Burhan menjadi pucat. Mereka menutup muka sambil berteriak histeris.
"Dia puteriku .... ya Tuhan, diapakan dia!?" Jeritnya berulang-ulang. Sementara itu Ken tak kuasa menahan berat badannya. Ia ambruk ketika dilihatnya putera kesayangannya sudah menjadi barang ofsetan.
Ken dan Pak Burhan seperti sudah tak mendengar apa-apa lagi. Mereka memejamkan mata karena tak ingin melihat tubuh anak-anaknya yang dipajang di depan. Inilah hukuman ..... intih mereka.
Malam harinya tepat jam dua belas tengah malam, keduanya dibawa ke altar. Disinari cahaya bulan yang temaran para algojo menelentangkan kedua pesakitan. Untuk kesekian kalinya mereka gemetar ketakutan. Ken menggigit lidahnya beberapa kali, ia masih berharap semua kejadian yang sedang berlangsung hanyalah mimpi buruk.
"Lepaskan kami ......" teriaknya berulang-ulang.. Ia percaya kalau semua itu bukan mimpi ketika ia menyaksikan beberapa orang yang berkerudung merah mulai mengerjai tubuh pak Burhan. Nanti .... giliranku, giliran dikeluarkan isi dada dan perutku.
Ribuan penghuni rimba ikut menyaksikan pelaksanaan hukuman, sorak sorai dan auman kepuasan membahana di seantero hutan. Sebaliknya yang keluar dari mulut Ken hanya tangisan pilu menyayat yang bisa didengar.
Setelah beres dengan tubuh pak Burhan. Kini mereka membalikkan tubuh Ken. Ken meronta ketika mereka membuka bajunya. Mereka menyergapnya dan menancapkan kuku-kuku tajamnya di dada Ken dan menekannya. Ia merasakan sakit yang luar biasa tapi tak segera pingsan. Benar apa yang dikatakan hakim, kesakitan yang dirasakan semua binatang yang ia bunuh akan menyatu. Ia menjerit ketika kuku-kuku itu merobek dadanya. Ketika isi dadanya dikeluarkan rembulan pun meredup, seiring dengan redupnya cahaya kehidupan di wajah Ken ****

Senin, 17 Mei 2010

pengalamanku menulis cerita fiksi

Motivasi saya ketika ingin menjadi penulis cerita fiksi. Pertama untuk mencari kesibukan di rumah, karena bila urusan rumah tangga sudah selesai dan anak-anak pergi ke sekolah, saya tak punya kerjaan lain. Dari pada ngerumpi dengan tetangga lebih baik mengerjakan sesuatu yang bermanfaat. Motivasi ke dua, yaitu motivasi kebutuhan eksistensi diri, lebih disebabkan oleh perasaan kurang dihargai orang atau disepelekan orang. Dengan menjadi pengarang maka kita boleh berharap hasil karya kita akan dipandang dan dihargai banyak orang. Mula-mula saya menulis cerita pop biasa berupa novelet dan cerpen. Setelah beberapa kali dimuat di majalah, saya ingin menulis dengan tema yang lain, akhirnya pilihan saya jatuh ke cerita fiksi misteri.
Bukan hal mudah untuk mencari inspirasi dalam membuat suatu cerita misteri yang akan bisa disukai pembaca. Berhari-hari saya berkhayal mencari cerita yang kira-kira mampu saya tulis.
Inspirasi pertama datang ketika suatu malam, saya bermimpi yang begitu menakutkan. Yaitu mimpi berobat ke rumah sakit Perum Sanghyang Seri, sebuah rumah sakit peninggalan jaman Belanda. Dalam mimpi itu saya diperiksa oleh dokter bule. Ketika saya terbangun, bulu kuduk saya merinding, keringat bercucuran (saya orangnya penakut). Saya ingat di rumah sakit itu tak ada dokter orang kulit putih. Pikir saya, jangan-jangan dokter dan perawat yang memeriksa saya itu ruh-ruh gentayangan dari orang-orang yang dulu pernah bekerja di rumah sakit itu.
Keadaan di sana sangat menunjang untuk membuat satu cerita horor yang menakutkan, karena bangunan rumah sakit dan rumah-rumah gedung di sana ditambah pohon-pohon besar yang usianya sudah ratusan tahun kelihatan sangat menyeramkan.
Dari mimpi yang menyeramkan itu terbentuklah gambaran-gambaran masa silam sewaktu komplek perumahan Sang Hyang Seri masih merupakan wilayah P & T Land yang dikuasai Inggris. Dan akhirnya saya pun bisa membuat cerita berjudul "Menembus Waktu", suatu cerita misteri. Kata orang yang pernah membacanya di majalah Kartini cerita itu menakutkan.
Karangan itu bercerita tentang seorang gadis yang memasuki alam gaib di sebuah rumah sakit perkebunan. Ia jatuh cinta pada dokter yang memeriksanya. Seorang dokter berkebangsaan Inggris yang tampan. Keduanya saling jatuh cinta dan menjalin kisah cinta yang indah. Pertemuan selalu terjadi pada malam hari. Sayang kisah cinta itu tak bisa berlanjut karena ketika si gadis datang ke rumah sakit pada siang hari, ia tak bisa bertemu sang dokter.

Berikut cuplikan bagian akhir dari cerita misteri menembus waktu:
- Ketika aku menyadari bahwa aku telah memasuki alam gaib, kengerian seketika menyekap perasaanku, tak kudengar apa yang dibicarakan suster itu selanjutnya. Kini terungkap apa yang selama ini menjadi tanda tanya bagiku. Pantas kata dokter itu tadi malam, "Segalanya akan terungkap besok pagi ....". Oh, mengapa aku tidak menyadari bahwa selama ini aku terbawa ke alam gaib, pantas ia selalu berkata: "Menembus waktu delapan puluh tahun."
Nafasku terasa sesak, keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku dan ruang itu terasa sunyi dan mati. Hanya ada suara-suara misterius yang mencekam, otakku tidak jalan dan tak bisa mencerna bahwa suara itu adalah suara suster yang sedang menguraikan panjang lebar ttg keadaan rumah sakit ini. Aku merasa sendirian dalam ruang yang luas itu. Semuanya jelas kini terhampar dalam lautan ingatan, dr. Rudolf, kuda putih, suster-suster yang pandai bahasa Belanda juga rumah Rudolf yang menyenangkan .... itu semua tidak ada. Semua ada kalau aku bisa menembus waktu delapan puluh tahun seperti yang dikatakan Rudolf. Semuanya hanyalah merupakan misteri terpisah jauh dariku oleh kabut tipis yang tak bisa kutembus. Dst.

Selesai menulis cerita itu aku bertanya-tanya dalam hati, mesti dikemanakan karangan ini. Saya tak berani mengirimnya ke media, karena kata orang, novel yang biasa dimuat di media adalah novel dari pengarang-pengarang yang sudah berpengalaman. Karena merasa sayang dengan tulisan itu dan teramat ingin dibaca orang, saya minta pendapat suami. Kata suami, kirim saja ke majalah Kartini, kalau tak dimuat paling-paling dibuang ke tempat sampah. Ternyata karangan itu tak ada di tempat sampah, tetapi dimuat di majalah Kartini n0. 284 bulan juni tahun 1985.

Menembus Waktu

Tentang saya. Yatti Sadeli, lahir di Ciamis 13 Februari1952. Setelah menikah tahun 1973 dibawa suami pindah ke Sukamandi, Subang. Anak-anak lahir dan dibesarkan di sebuah komplek perumahan BPTP Sukamandi di tengah pesawahan di Pantura. Setelah anak-anak masuk sekolah saya jadi tak begitu repot dan banyak memiliki waktu luang. Saya gemar membaca, buku apa saja suka saya baca dan yang paling saya sukai adalah buku-buku cerita fiksi. Dari gemar membaca cerita fiksi itulah akhirnya membawa saya menjadi seorang pengarang. Karya tulis saya yang pertama berupa novelet yang dimuat di majalah Kartini tahun 1984, berjudul Setebar Awan Tipis. Setelah tulisan saya yang pertama dimuat saya terus menulis cerita-cerita fiksi yang dimuat di berbagai majalah da harian surat kabar. Dari tahun 1984 s/d tahun 2000 saya menulis 8 novel, 42 novelet dan 12 cerpen. Semuanya dimuat di majalah dan harian surat kabar. Karena kesehatan saya menurun sejak tahun 2000 saya tidak produktif lagi. Baru sekarang 2010 setelah saya sembuh dari berbagai penyakit saya mulai lagi membuat karya tulis. Oh ya cerita saya kebanyakan cerita misteri. Karena di daerah Subang dimana saya tinggal banyak tempat-tempat yang bisa memberi saya inspirasi untuk membuat cerita-cerita horor. Tentang MENEMBUS WAKTU. Adalah judul cerita misteri saya yang dimuat di majalah Kartini tahun 1985.